Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatera Barat, berpenduduk 982.884 jiwa per tahun 2021. Studi lapangan yang dilakukan menunjukkan bahwa timbulan sampah di kota tersebut mencapai 660.50 ton/hari sedangkan volume sampah yang dibuang di Tempat Pemrosesan Akhir (dalam Bahasa Indonesia disebut Tempat Pembuangan Akhir/TPA) Aia Dingin pada tahun 2021 sebesar 478 ton/hari, atau 72.4% dari total sampah yang ditimbulkan. Hanya 7.0% yang didaur ulang; 0.4% dikomposkan; dan 20.2% sisanya dibakar, dibuang, atau bocor ke lingkungan. Seiring meningkatnya timbulan sampah campuran akibat sedikit atau tidak adanya praktik pemisahan sampah di sumbernya, TPA Aia Dingin diprediksi akan mencapai kapasitas penuh pada tahun 2026 meski awalnya dirancang untuk dapat beroperasi hingga tahun 2030. Umur TPA menjadi singkat dan sumber daya yang bernilai ekonomis terbuang percuma. Selain itu, jumlah sampah yang kian meningkat membebani anggaran kota.
Upaya untuk mendirikan dan meningkatkan bank sampah berbasis masyarakat dan Tempat Penampungan Sementara 3R (TPS3R) untuk setiap kelurahan diharapkan mampu mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Namun, berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara, saat ini tidak ada TPS3R yang aktif dan sebagian besar bank sampah tidak mengumpulkan cukup barang daur ulang untuk menghasilkan keuntungan karena kurangnya partisipasi masyarakat dan tidak cukupnya dana untuk operasional. Sebagian warga masyarakat masih membuang atau membakar sampahnya di tempat terbuka sehingga mengakibatkan pencemaran udara dan air.
Dalam kondisi demikian, telah ditetapkan dua target pengelolaan sampah dalam JAKSTRADA Kota Padang, yaitu pengurangan sampah sebesar 30% dan memastikan 70% sampah ditangani dengan baik. Rencana aksi ini disusun untuk mencapai target berdasarkan prinsip ekonomi sirkular (pengoptimalan material dengan konsumsi energi dan sumber daya yang lebih sedikit sebelum dibuang) alihalih e konomi linier (dari pengumpulan hingga transportasi dan pembuangan).